Minggu, 21 Februari 2016

Kosong

          Aku masih belum bisa benar-benar melupakannya. Saat melihat wajahnya, kenangan itu muncul kembali. Kenangan tentang kita yang dulu, kenangan sebelum kita memutuskan untuk menjadi kau dan aku.
          Jujur aku sangat menyesal waktu itu. Aku sangat menyesal karena waktu itu aku tak memperlakukannya layaknya kekasih, dan aku juga tak bersikap sebagai kekasih yang baik untuknya. Aku selalu meninggalkannya dan bersenang-senang dengan temanku. Aku selalu malas mengangkat telfonnya dan selalu mencari alasan untuk itu. Aku juga jarang membalas smsnya dengan alasan tidur, atau hpnya ku diamkan. Aku juga malas saat dia mengajakku keluar dengan berbagai macam alasan lainnya. Aku selalu bertumpu pada egoku, tanpa aku tau bagaimana perasaannya.
Sampai suatu saat aku mengerti tentang ketulusannya. Saat dia rela hujan-hujanan demi aku. Saat dia meberi kata-kata manis untukku. Saat dia membuat status tentangku dan akhirnya semua orang tahu tentang kita. Aku menyukai itu. Aku sudah mulai terbiasa dengan sikapnya, telfonnya, pesan singkatnya. Aku mulai membuka hatiku dan menyandarkan diriku padanya. Aku mulai percaya dan menyerahkan hatiku untuknya. Mengirim pesan singkat selamat pagi untuknya menjadi kebiasaanku. Menunggu balasannya sudah menjadi kegiatan rutinku.
           Tapi semua sudah terlambat. Entah mulai kapan hubungan kita jadi renggang. Setiap hari selalu ada perdebatan yang tak berujung dan selalu bersambung pada keesokan harinya. Perbedaan pendapat yang sudah tidak bisa disatukan lagi. Sampai suatu saat kita memutuskan untuk berpisah. Bukan kita sebenarnya, tapi dia. Dia yang memutuskan hubungan ini, dan aku hanya mengiyakan saja. Ku fikir, itu tidak benar-benar terjadi. Aku fikir, dia hanya marah sesaat dan kembali seperti dulu lagi. Tapi ternyata tidak. Dia tak pernah kembali. Padahal, aku selalu menunggunya disini.
Memang salahku. Aku terlalu percaya bahwa perasaannya sama denganku. Aku terlalu percaya bahwa rasa sayangnnya sama sepertiku. Aku terlalu percaya bahwa dia tak mau kehilanganku seperti aku yang tak mau kehilangannya. Aku terlalu percaya bahwa dia akan kembali padaku dan melanjutkan kisah kita yang belum usai. Aku tak menyangka, hubungan sesingkat itu bisa membawa kenangan yang tak terlupakan sampai sekarang.
           Teman-temannku selalu bilang, “apa yang kanya lihat dari dia ? yang lebih baik banyak, yang lebih pinter juga banyak. Masih banyak yang jauh lebih lebih dari dia”. Aku tau itu. Memang tak ada yang bisa kulihat darinya. Tapi entah mengapa sangat sulit untuk melupakannya. Aku sudah mencoba menjalin komitmen dengan orang lain, tapi rasanya tak sama. Aku masih belum bisa menghapusnya dari hatiku. Aku tak bisa membuka hatiku untuk orang lain. Posisinya sangat kuat dihatiku, sampai orang sekuat apapun tak dapat memindahnya. Bahkan aku sendiri pun tak bisa membuangnya.
Akhir-akhir ini aku dekat lagi dengannya. Aku sangat bahagia, bisa melihatnya lagi dengan jarak sedekat ini. Dia bilang, dia menghargaiku. Tapi entah mengapa aku tak merasakan itu. Sikapnya berubah sewaku-waktu. Entah mengapa, setelah bertemu, dia langsung menghilng begitu saja, tanpa kabar berita. Berulang kali seperti itu, dan aku masih belum sadar. Sampai suatu saat dia mengatakan hal yang sangat membuatku terluka. Aku ingin marah padanya, tapi aku tak bisa. Aku hanya diam, dan mendengarkan segala hujatannya. Aku hanya bisa minta maaf, karena aku tahu letak kesalahanku adalah masih menyayanginya.
          Aku iri pada mereka yang mendapat senyum darinya. Aku tak pernah mendapatkannya. Senyumnya, candanya, aku tak pernah menerimanya. Aku ingin seperti mereka yang bisa berdialog dengannya. Aku ingin seperti mereka yang bisa tertawa bersama dengannya. Tapi memang tak bisa. Bertukar sapapun bahkan tak pernah. Meskipun bertemu, bahkan berhadapan kita seperti orang yang tak saling mengenal.
          
Kemudian aku sadar. Aku sudah tak memiliki tempat lagi dihatinya. Dia sudah benar-benar menghapusku dari ingatannya. Dia benar-benar sudah melupakan semua, melupakan hal-hal yang selama ini aku rindukan. Dia bahkan sudah memiliki orang lain dihatinya. Apa lagi yang aku harapkan ?

kosong

Tidak ada komentar:

Posting Komentar