1.1 Latar Belakang
Indonesia
merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari bermacam-macam suku
bangsa.Banyaknya suku bangsa tersebut berpengaruh terhadap munculnya aneka
ragam bahasa di Indonesia.Bahasa
merupakan alat komunikasi dan alat interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi
ciri khas diri manusia.Manusia yang normal selalu menggunakan bahasa dalam beraktivitas
antarsesama manusia dalam kehidupan sehari-hari.Begitu besarnya arti bahasa dalam
kehidupan manusia tetapi kita selalu melupakan untuk memikirkan peranan bahasa.
Didalam
hubungan bahasa dan masyarakat, kebanyakan masyarakat bahasa di Indonesia
menggunakan bahasa daerah atau bahasa etnik mereka sebagai bahasa
pertamanya.Meskipun demikian, masyarakat Indonesiasecara formal mendapat
pendidikan bahasa Indonesia secara resmi di sekolah sejak dari sekolah dasar
sampai ke perguruan tinggi.Pendidikan bahasa Indonesia merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kurikulum pendidikan nasional.
Bahasa
daerah, disatu sisi memberikan hak hidup dalam sistem pendidikan nasional
tetapi disisi lain menimbulkan kekhawatiran persepsi masyarakat tutur terhadap
bahasa daerahnya. Hal ini disebabkan bahasa daerahanya digunakan ditingkat
sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuktujuan
memperlancar pengajaran bahasa Indonesia, sehingga berkonotasi langsung
terhadap ketidakperluan penggunaan bahasa daerah ditempat yang penduduknya
lancar berbahasa Indonesia.
Pemilihan
bahasa lazimnya lahir akibat penggunaan bahasa dalam suatu masyarakat bilingual
(dwibahasa) atau multilingual (multibahasa).Dalam pemilihan bahasa, kekeliruan
dalam peristiwa pemilihan bahasa atau ragam bahasa yang cocok dengan situasi
komunikasi itu tidak dapat dihindari, dan kekeliruan tersebut dapat berakibat
kerugian bagi peserta komunikasi.
Pemilihan
bahasa dapat dikaji berdasarkan perspektif penggunaan bahasa dan penentuan
bahasa.Masalah pemilihan bahasa biasanya terjadi di masyarakat bahasa, baik
yang berdwibahasa maupun yang berganda bahasa (multilingual).Pemilihan bahasa
bisa juga terpengaruh oleh faktor lingkungan yang mengakibatkan penguasaaan
beberapa bahasa oleh seseorang.Namun pada dasarnya, si pengguna bahasa tetap
mengakui bahasa ibu atau bahasa dari ras aslinya meski penggunaan bahasanya
terkadang mengalami campur kode.
Penelitian
ini mengangkat permasalahan mengenai Pemilihan Bahasa dalam masyarakat
multibahasa.Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
bentuk pemilihan bahasa oleh masyarakat multibahasa dalam berkomunikasi. Hal
tersebut menarik untuk diamati mengingat mereka memiliki kemampuan untuk
memilih bahasa apa yang mereka gunakan. Selain itu, pemilhan bahasa merupakan
salah satu fenomena sosiolinguistik yang hampir terjadi disemua masyarakat
terutama di Indonesia yang merupakan negara multibahasa.
Penelitian
dilakukan di Desa Panti Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Melihat kondisi
masyarakat di wilayah ini merupakan masyarakat multibahasa antara bahasa Jawa,
bahasa Madura dan bahasa Indonesia (minoritas), tidak menutup kemungkinan
terjadi pemilihan bahasa dalam berkomunikasi. Peneliti ingin mengetahui
seberapa banyak bahasa yang dipakai dalam berinteraksi dengan masyarakat
sekitar termasuk dalam lingkup keluarga dirumah.Lalu, muncul pertanyaan
bagaimana sikap bahasa mereka ketika mereka berada di lingkungan berbeda yang
notabenenya tidak menggunakan bahasa daerah seperti yang mereka gunakan
biasanya?
1.2
Rumusan Masalah
Dalam
melakukan penilitian ini mengkaji peristiwa pemilihan bahasa dalam interaksi antara
Ranah Keluarga Informan dan Lingkungan di Desa Panti Kecamatan panti Kabupaten
Jember yang secara khusus kajian tersebut dijabarkan dan dirumuskan sebagai
berikut:
1.
Bagaimana pemilihan sekaligus penggunaan
bahasa dalam interaksi antara Ranah Keluarga Informan dan Lingkungan di Desa
Panti Kecamatan panti Kabupaten Jember
?
2.
Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi
pemilihan bahasa sekaligus penggunaan bahasa dalam interaksi Ranah Keluarga
Informan dan Lingkungan di Desa Panti Kecamatan panti Kabupaten Jember?
1.3.1 Tujuan
Tujuan
pembahasan dalam peniliti yang berjudul Pemilihan Bahasa dalam Interaksi antara
Ranah Keluarga Informan dan Lingkungan di Desa Panti Kecamatan panti Kabupaten Jember adalah sebagai berikut:
1.
Mendeskripsikan pemilihan bahasa
sekaligus penggunaan bahasa dalam interaksi Ranah Keluarga Informan dan
Lingkungan di Desa Panti Kecamatan panti Kabupaten Jember.
2.
Mendeskripsikan factor-faktor apa yang
melatarbelakangi pemilihan bahasa dalam interaksi antara Ranah Keluarga
Informan dan Lingkungan di Desa Panti Kecamatan panti Kabupaten Jember.
1.3.2 Manfaat
Secara
teoritis, penulis mengharapkan agar hasil penilitian ini mampu memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu bahasa (linguistik), khususnya perkembangan
sosiolinguistik. Selain itu, berharap hasil penilitian juga bermanfaat bagi
mahasiswa sastra yang mempelajari linguitik. Semoga melalui hasil penilitian
ini pembaca pada umumnya mampu mengetahui pemilihan bahasa antara Ranah
Keluarga Informan dan Lingkungan di Desa Panti Kecamatan panti Kabupaten Jember.
BAB 2. METODOLOGI
PENELITIAN
Uraian tentang populasi dan sampel, data dan sumber
data, yang terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan
teknik penyajian hasil analisis data.
Penelitian
ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif, penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan.Maksudnya adalah,
menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang
terfokus pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data
pada konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskannya dalam bentuk
kata-kata daripada dalam angka-angka (Mahsun, 2006: 233).Metode ini disesuaikan
dengan fenomena bahasa dan sosial yang ada dengan bidang kajian sosiolingustik
“bahasa dan kelas sosial”.Metode penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami
fenomena sosal termasuk fenomena kebahasaan yang tengah diteliti, yang berbeda
dengan hakikat penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena
yang sedang dikaji.
Sasaran yang tercakup dalam daerah
penelitian disebut dengan populasi.Populasi diperlukan untuk menghindari
timbulnya keraguan terhadap objek penelitian. Penarikan sampel bertujuan untuk
menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Populasi penelitian ini adalah
masyarakat multlingual yang tinggal di wilayah Dusun Krajan Desa Panti
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Melihat di wilayah ini banyak masyarakat yang
paham atau menggunakan dua bahasa daerah, yakni bahasa Jawa dan Bahasa Madura,
terkadang juga berbahasa Indonesia, namun masih terpengaruh dengan dialek
bahasa daerahnya. Menurut survei, masyarakat di daerah ini kebanyakan menggunakan bahasa Jawa yang
terpengaruh bahasa Madura.
Menurut KBBI, sampel merupakan
sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu kelompok yang lebih besar;
bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar;
percontoh. Penarikan sampel dilakukan dengan cara acak (random), cara
ini dilakukan dengan memberi nomor pada daftar populasi, kemudian nomor-nomor
dipilih secara acak (Mahsun, 2006: 211).
Sampel yang diambil dalam penelitian
ini ditentukan dari kategori kelas sosial dalam masyarakat.Milyor (dalam
Mahsun, 2006: 214) mengatakan, kelas sosial ialah kelompok atau kategori orang
yang mempunyai kemiripan pekerjaan dan pendapatan dan sebagai konsekuensinya
mereka mempunyai kemiripan gaya hidup dan keyakinan Sampel dalam penelitian ini
mengambil (satu) orang warga Dusun Krajan Desa Panti Kecamatan Panti Kabupaten
Jember dengan kriteria sampel atau informan sebagai berikut:
a.
Sehat jasmani rohani
b.
Pria dan wanita, ( usia 40-60 tahun )
c.
Status pendidikan terakhir sarjana (S1)
d.
Pekerjaan (tokoh masyarakat: guru atau
tokoh agama)
e.
Status kawin (berkeluarga)
f.
Status sosial (sedang atau berkecukupan)
Sampel yang diambil dalam penelitian ini berrempat bertempat
di Desa Panti Kecamatan panti Kabupaten Jember, tepatnya pada Dusun Krajan,
Jalan PB.Sudirman no.42 Panti.Penelitian dilakukan secara berkala dan hanya
sekitar rumah informan, dan hanya menggunakan satu informan saja.
2.3 Data dan Sumber Data
Data adalah
kumpulan fakta atau informasi yang dapat membentuk angka atau deskripsi yang
berasal dari sumber data. Data yang terdapat dalam penelitian ini merupakan
transkripsi data hasil rekaman pada wawancara.
Sumber data adalah
sesuatu yang dapat memberikan suatu informasi atau keterangan tentang objek
yang akan diteliti(Sudaryanto, 1993:91). Sumber data juga berarti uraian
tentang asal diperolehnya data penelitian. Sumber data dalam penelitian ini
adalah hasil percakapan, peneliti merekam percakapan narasumber dengan pihak lain serta
peneliti pun terlibat dalam percakapan, kemudian mentraskripkan tuturan tersebut dalam bentuk data tertulis.
Sumber data dalam penelitian ini merupakan seorang pria, bapak atau kepala
rumah tangga berusia 53 tahun beretnik Jawa namun mengerti bahasa Madura karena
lingkungan atau para tetangganya sebagian menggunakan bahasa Jawa dan sebagian
menggunakan bahasa Madura, dan juga karena faktor keturunan, ayahnya beretnik
Jawa, dan ibunya campuran Jawa Madura. Berikut identitas informan.
Nama : Agus Ahsan
TTL : Jember, 25
September 1962
Alamat : jalan PB. Sudirman No. 42 Panti
Jember
Pendidikan
Terakhir : Sarjana Administrasi
Negara di Universitas Merdeka Malang
Profesi : Guru SMA Swasta
Status : kawin, mempunyai 1
anak perempuan dan 2 anak laki-laki.
Status
Sosial : berkecukupan,
gaji perbulan > Rp 500.000
|
|
2.3 Metode
Penyediaan Data
Tahap penyediaan data merupakan salah satu dari tahapan yang dilalui pada
pelaksanaan penelitian. Tahapan ini menjadi dasar bagi pelaksanaan tahapan
analisis data. Dikatakan demikian karena pelaksanaan analisis data hanya
dimungkinkan untuk dilakukan jika data yang akan dianalisis telah tersedia.
Cara yang digunakan dalam tahap penyediaan data, yaitu metode simak. Metode
simak adalah metode yang dilakukan dengan menyimak (Sudaryanto, 1993:133).
Teknik dasar dari metode ini yaitu teknik sadap, maksudnya peneliti dalam
memanfaatkan data dengan segala ketelitian dan kemudian menyadap pembicaraan
seseorang, dalam hal ini peneliti menyadap tindak tutur narasumber.
Teknik lanjutan yang digunakan SLC (Simak Libat Cakap).
Dalam menggunakan teknik ini peneliti aktif dan terlibat langsung dalam dialog
dan peneliti juga ikut serta dalam pembicaraan mitra wicaranya itu. Dalam hal
ini, keikutsertaannya dapat aktif dapat pula reseptif. Dikatakan aktif, bila
dia juga ikut angkat bicara dalam proses dialog atau konversasi atau imbal
wicara; dan dikatakan reseptif bila dia, baik karena faktor subjektif maupun
faktor objektif hanya mendengarkan yang dikatakan oleh mitra wicaranya
(Sudaryanto, 1993:133).
Peneliti sebagai pemerhati datamelakukan proses
menyadap pembicaraan informanmulai pada tanggal 28 November 2015 pukul 14.13
WIB, dan terakhir pada tanggal 3 Desember 2015 pukul 07.13 WIB disekitar rumah
informan (halaman
rumah, warung didepan rumah) di Jalan PB. Sudirman
Nomer 42 Dusun Krajan Desa Panti Kecamatan Panti Kabupaten Jember.Teknik
berikutnya adalah teknik catat, yaitu mencatat semua hasil menyadap pembicaraan
informan atau penyelidikan dalam bentuk transkip percakapan untuk mempermudah
menentukan hipotesa atau hasil sementara, lalu menentukan hasil akhir analisis.
2.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan
adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk
menganalisis data-data, hasil dari analisis akan menjadi deskripsi jawaban dari
masalah yang akan dibahas dalam masalah ini yaitu tentang pemilihan bahasa dalam
interaksi. Metode deskriptif dalam penelitian ini merupakan
deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang terfokus pada penunjukan makna,
deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing dan
sering kali melukiskannya dalam bentuk kata-kata daripada dalam angka-angka
(Mahsun, 2006: 233).
2.5 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode Penyajian Hasil Analisis Data ada dua metode, yaitu metode formal
dan informal, data yang telah dianalisis disajikan secara informal atau
formal. Metode penyajian informal adalah menyajikan hasil analisis dengan
uraian atau kata-kata biasa, sedangkan metode penyajian formal adalah perumusan
dengan tanda-tanda dan lambang-lambang.Pelaksanaan kedua metode tersebut
dibantu dengan teknik yang merupakan perpaduan dari kedua metode tersebut,
yaitu penggunaan kata-kata dan tanda-tanda atau lambang (Sudaryanto, 1993:
145). Penyajian hasil analisis juga mengikuti proses deduktif dan induktif dengan
tujuan pemaparannya tidak monoton.Penelitian
ini menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan metode informal, yaitu
berupa rangkaian kata dan kalimat.
BAB 3.
PEMBAHASAN
Dalam
masyarakat yang memiliki keanekaragaman bahasa memiliki kemungkinan besar
adanya dua atau lebih bahasa yang terdapat dalam seuatu masyarakat dan membuat
indiidu didalamnya menjadi dwibahasawan, baik aktif maupun pasif. Karena dalam
repertoarnya terdapat lebih dari satu bahasa , dwibahasawan itu dapat melakukan
pilihan bahasa yang dipakai jika ia berinteraksi secara verbal dengan orang
lain. Pilihan bahasa ini bergantung pada faktor-faktor yang sudah kita kenal,
seperti partisipan, suasana, topic, dan sebagainya.Dalam situasi diglosia yang
baik, masing-masing bahasa memiliki ranah pemakaian.
Menurut fishman,
jika diglosia itu bocor, bahasa yang satu merambah atau merembes keranah
penggunaan bahasa yang lain. Akibatnya, bahasa yang disebut terakhir ini
kemudian terdesak penggunaannya. Akibatnya, bisa terjadi pergeseran bahasa,
karena dalam banyak hal satu bahasa selalu dipakai penutur dan bahasa lain yang
semula dikuasai tidak lagi diturunkan kepada anak-anaknya, anak-anaknya pun
lebih kelak tidak mampu menurunkan bahasa itu kepada generasi berikutnya. Jika hal ini terjadi secara terus menerus,
dalam beberapa generasi, terjadilah kepunahan bahasa. Namun, manakala diaglosa
itu tidak bocor, dan tiap bahasa tetap bertahan pada ranah masing-masing, tidak
ada satu bahasa pun yang bergeser atau punah, masing-masing bahasa akan
mempertahankan diri. Pemertahanan bahasa itupun tergantung dari beberapa
faktir, seperti ekonomi, adama, politik.
Istilah
masyarakat aneka bahasa sendiri mengacu kepada kenyataan bahwa di sana ada beberapa
bahasa dan ada pilihan bahasa. Begitu juga diglosia tidak mungkin ada jika
tidak ada ragam tinggi dan ragam rendah.Secara singkat, pilihan bahasa selalu
muncul bersama dengan adanya ragam bahasa.Karena itu, mengkaji pilihan bahasa
jelas merupakan aspek penting dalam sosiolinguistik.Jika berbicara tentang
pilihan bahasa, hal pertama yang muncul adalah tentang seluruh bahasa yang ada
dalam suatu masyarakat. Dimana adanya individu yang menguasai dua bahasa atau
lebih, dan individu tersebut harus memilih salah satu dari bahasa yang ia
kuasai saat berbicara.
Ada
tiga jenis pilihan bahasa yang biasa dikenal dalam kajian sosiolinguistik:
1)
Alih Kode
Kode
adalah istilah netral yang dapat mengacu kepada bahasa,dialaek, sosiolek, atau
ragam bahasa. Misalnya,si A mempunyai B1 Bahasa Bali, dan B2 Bahasa Indonesia,
serta menguasai Bahasa Inggris, A dapat berbicara dengan alih kode tiga bahasa
itu. Bahasa mana yang dipilih tergantung dari beberapa faktor, antara lain
lawan bicara, topik, suasana, dll.
Contoh kronologi:
Informan : gən bərəmpah jɛlly
ŋa? riah rɛh ?
(jeli ini harganya berapa?)
Tetangga : lɛmaratͻs.
(limaratus rupiah)
Informan : gəbəi ḍibi? ta riah ?
(apa buat sendiri?)
Tetangga : əmm…? (bertanya)
(emm…)
informan : gəbəi ḍibi?
(buat sendiri)
Tetangga : əngghi.
(iya)
Informan : sabək kulkas napah ?
(apa diletakkan di lemari es?)
Tetangga : əntən.
(tidak)
Peneliti : bəli yah!
(beli yah!)
Informan : apa?, yͻ bəliͻ wes.
(apa?, silahkan beli!)
Kronologi:
informan dan peneliti berada di lapak pedagang kaki lima depan rumah, situasi
santai, waktu pagi hari pukul 05.51 WIB tanggal 1 desember 2015.Dalam kronologi ini menggunakan
metode simak libat cakap aktif karena peneliti terlibat langsung dalam
percakapan.
Dalam
percakapan diatas dapat dilihat bahwa pada awal percakapan, informan
berkomunikasi dengan tetangga menggunakan Bahasa Madura.Namun, ketika peneliti
masuk kedalam percakapan menggunakan Bahasa Indonesia, informan dengan spontan
beralih bahasa dari Bahasa Madura menjadi Bahasa Indonesia.Dari kronologi
kejadian tersebut dapat dikatakan bahwa informan tersebut merupakan seorang
dwibahasawan yang menguasai dua atau lebih bahasa.Perpindahan bahasa atau alih
koden yang dilakukan oleh informan dikarenakan faktor lawan bicara.Hal ini
dapat dilihat ketika informan berkomunikasi dengan tetangga yang menggunakan
Bahasa Madura, maka informan juga menyesuaikan dengan Bahasa Madura. Dan ketika
peneliti masuk dengan menggunakan Bahasa Indonesia, maka informan juga
menggunakan bahasa yang sama.
2)
Campur Kode
Campur Kode ini serupa dengan apa yang dahulu pernah
disebut interferensi dari bahasa satu ke bahasa yang lain. Dalam campur kode,
penutur menyelipkan unsure-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa
tertentu. Unsur-unsur yang diambil dari bahasa lain itu sering kali berwujud
kata-kata, tetapi dapat juga berupa frasa atau kelompok kata.
Kronologi 1:
Anak : sihh, gaul.
(sihh, gaul)
Informan : belum sek, inI sek dasar.
(belum masih, ini masih dasar)
Peneliti : buwat apa itu?
(membuat apa itu?)
Anak : buwat kuruŋane
burUŋkan yͻ yah?
(membuat sangkarnya burung kan yah?)
Informan : sek
basah nak, kəna?bajune nanti (anak mendekat ke rumah burung yang masih dicat
oleh informan)
(masih basah nak, nanti kena
bajunya.)
Anak : buwat rumah-rumahan yͻ yah?
(membuat rumah-rumahan ya yah?)
Informan : iya, buat
rumah-rumahane burUŋ.
(iya, membuat rumah-rumahannya burung.)
Anak : ada tiŋkate yah?
(ada tingkatnya yah?)
Peneliti :
nda?ada tiŋkate itu.
(tidak ada tingkatnya itu.)
Kronologi:
informan, anak informan, dan peneliti
dihalaman depan rumah ketika informan sedang mengecat rumah burung merpati.
Suasana santai.Waktu pagi hari pukul 6.22 WIB tanggal 30 November 2015.Anak
informan berusia 6 tahun yang sedang duduk dibangku kelas 1 MI. Dalam kronologi ini menggunakan
metode simak libat cakap aktif karena peneliti terlibat langsung dalam
percakapan.
Dalam
kronologi diatas dapat dilihat bahwa adanya peristiwa campur kode yang
dilakukan oleh informan (penutur).Dalam kronologi diatas, dapat dilihat
penggunaan bahasa syang dipilih oleh informan tersebut merupakan Bahasa
Indonesia. Namun, itu bukanlah Bahasa Indonesia ragam baku, karena terdapat
kata-kata yang bukan merupakan bagian dari Bahasa Indonesia. Inforeman dan
penutur yang terlibat dalam percakapan tersebut menyelipkan kata-kata dari
Bahasa Jawa kedalam Percakapan yang menggunakan Bahasa Indonesia tersebut.Hal
tersebut ditandai dengan adanya akhiran vocal (e) di beberapa kata, yang itu
merupakan ciri khas dari Bahasa Jawa.Penyisipan Bahasa Jawa kedalam Bahasa
Indonesia inilah yang disebut dengan Campur Kode.
Kronologi 2:
Peneliti : pͻhͻne nda?dipͻtͻŋi yah?
(pohonnya tidak di potongi yah?)
Informan : ndəlͻk əngko, lɛ?Nda?Api?yͻ dipͻtͻŋi.
(di lihat nanti saja. Kalau tidak bagus ya di
potong.)
Peneliti : nda?, kan Iki məncar-məncar rantiŋe.
(tidak, ini kan terpencar-pencar rantingnya.)
Informan : iyͻ marine.
(iya habis ini.)
Peneliti : nda?dikawati mənɛh?
(tidak diberi kawat lagi?)
Informan : səbəlah kͻnͻ tͻ?, siji.
(di sebelah sana saja, satu.)
Peneliti : SMA libur taŋgal bərapa
yah?
(SMA libur tanggal berapa yah?
Informan : SMA…. (tidak
melanjutkan bicara)
(SMA….)
Peneliti : ujiane sampɛ?kapan sɛh SMA?
(ujiannya sampai kapan sih SMA?)
Informan : taŋgal rͻllas (12)
(tanggal dua belas.)
Kronologi:
suasana santai di halaman belakang rumah, informan sedang merapikan
ranting-ranting pohon cabai dan tomat, waktu pagi hari pukul 07.13 tanggal 3
desember 2015. Dalam kronologi ini menggunakan metode simak libat cakap aktif
karena peneliti terlibat dalam percakapan.
Kronololgi
diatas merupakan kebalikan dari kronologi 1. Dimana pada kronologi 1, informan
menggunakan bahasa Indonesia yang kemudian diselipi dengan Bahasa Jawa.
Sedangkan pada kronologi 2 ini, informan menggunakan Bahasa Jawa dan kemudian
diselipi atau di campuri dengan Bahasa Indonesia.Hal ini dapat dilihat dari
percakapan diatas, dimana mayoritas kata yang digunakan merupakan kata-kata
dari Bahasa Jawa.
Dari kedua kronoligi tersebut dapat disimpulkan
bahwa sebuah peristiwa campur kode ditandai dengan diselipkannya satu bahasa
kedalam bahasa yang lain dalam satu peristiwa tidak tutur seperti penyelipan
Bahasa Jawa kedalam Bahasa Indonesia pada kronologi 1 dan penyelipan Bahasa
Indonesia ke dalam Bahasa Jawa pada kronologi 2. Dari kedua kronologi tersebut
dapat diketahui pula bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya peristiwa campur
kode tersebut adalah faktor lingkungan. Dimana pada keluarga tersebut, informan
membiasakan atau mengajarkan anak-anaknya untuk menggunakan bahasa Indonesia,
namun karena bahasa ibu informan merupakan Bahasa Jawa, maka informan secara
tidak sadar menyelipkan kata-kata dari bahasa Jawa kedalam Bahasa Indonesia
ataupun sebaliknya.
3)
Variasi Dalam Bahasa Yang Sama
Jenis pilihan bahasa ini sering menjadi fokus dalam
kajian tentang sikap bahasa.Dalam hal ini, seorang penutur harus memilih ragam
mana yang harus dipakai dalam situasi tertentu. Kedalam jenis ini, dapat juga
di masukkan pilihan bentuk “sor-singgih” dalam Bahasa Bali, atau “ngoko-krama”
dalam Bahasa Jawa, karena variasi unda-usuk dalam kedua bahasa itu ada dalam
bahasa yang sama. Jika variasi dalam bahasa yang sama itu dianggap sebagai
masalah pilihan bahasa, maka pilihan bahasa itu mencakup penutur ekabahasawan
dan dwibahasawan, bisa alih kode atau campur kode.
Kronologi 1:
Informan : yͻ cͻpͻtͻnͻwes ikU Lͻ.
(ya dicabut saja itu sudah Lo.)
Tetangga : mͻsͻ?gawe liŋgIs pa?
?
(masak menggunakan linggis pak?)
Informan : Lͻ, sek Lͻ. NdUk!
(Lo, sebentar Lo.Nduk!)
Peneliti : daləm?
(iya.)
Informan : gawɛknͻ kͻpi sa?ciŋkIr!, age gawe cak Lͻ!
(buatkan kopi satu cingkir!, ayo untuk cak
Lo!)
Peneliti : hə’əm.
(iya.)
Kronologi:
informan, tetangga (tukang kayu bernama Lo), dan peneliti diruang tamu.
Informan dan tetangga sedang membicarakan tentang kusen rumah (kayu).Suasana
santai.Waktu siang hari pukul 14.13 WIB tanggal 28 November 2015.Tetangga
berusia sekitar 30-an. Dalam kronologi ini menggunakan metode simak libat cakap
aktif karena peneliti terlibat dalam percakapan.
Kronologi
2:
Ibu : kuat
ta iku San?
(kuat kah itu San?)
Informan : mbͻtən. Kuat
niku.Niku akare paləm əntən təŋləbətə ləmah.
(tidak. Kuat itu.itu akarnya mangga ada
didalam tanah.)
Ibu : sͻpͻ
se iku mau San?
(siapa sih itu tadi San?)
Informan : Rͻsidi tah?
(rosidi kah?)
Istri : sIŋ maU iku yo?mas.
(yang tadi itu loh mas.)
Informan : iyͻ de?.
(iya dik.)
Ibu : sͻpͻ
se ikͻ San, sIŋ nyͻpͻ kͻən maU ikͻ San?
(siapa sih
itu San, yang menyapa kamu tadi San?)
Informan : anu, mba?Sri.
(itu, mbak Sri.)
Ibu : wͻŋ əndi?
(orang mana?)
Informan : Yune Rͻsidi Bu.
(kakak perempuannya Rosidi bu.)
Ibu : Yune
Rͻsidi ikͻ yͻ?
(kakak perempuannya rosidi ya?)
Informan : əŋgeh.
(iya.)
Ibu : dUwe bojo iku wes yͻ?
(sudah punya suami itu ya?)
Informan : nͻpͻ, əŋgeh ŋgadah Bu?
(apa, sudah punya bu?)
Kronologi:
informan, istri informan, dan
ibu informan, di taman depan rumah dan terdapat pohon palem yang baru
ditanam. Suasana santai.Waktu sore hari pukul 17.13 WIB tanggal 29 November
2015.Istri berusia 46, ibu berusia 92).Dalam kronologi ini menggunakan metode
simak libat cakap reseptif karena peneliti tidak terlibat dalam percakapan.
Dalam
kedua kronologi itu dapat dikategorikan sebagai variasi dalam bahasa yang sama.
Hal ini diketahui dari pemilihan bahasa yang terjadi dalam percakapan tersebut,
baik dalam kronologi 1 maupun kronologi 2.Kedua kronologi tersebut sama-sama
menggunakan Bahasa Jawa.Variasa bahasa yang terdapat dalam bahasa tersebut juga
merupakan variasi bahasa ngoko dan krama dalam Bahasa Jawa.Variasi bahasa
tersebut dibuktikan dalam kronologi 1, saat informan berbicara dengan cak Lo,
informan menggunakan bahasa Jawa Ngoko, begitu juga saat berbicara dengan peneliti.Namun,
karena peneliti merupakan anak dari informan, maka peneliti menjawab dengan
menggunakan bahasa Jawa krama. Dan dalam kronologi 2 dapat dilihat saat
informan berbicara dengan ibu, informan menggunakan bahasa Jawa Krama, namun
ketika berbicara dengan isteri, informan menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Dalam
kronologi ini menggunakan metode
simak libat cakap reseptif, karena peneliti tidak terlibat dalam percakapan,
hanya mendengarkan dan merekam pembicaraan informan dengan istri dan ibu
informan.
BAB 4. KESIMPULAN
Pemilihan
Bahasa adalah salah satu kajian Sosiolongustik yang membahas tentang masyarakat
tutur yang memiliki kemampuang multilingual atau memahami lebih dari satu
bahasa termasuk bahasa daerah.Dalam penelitian ini, kelompok kami menggunakan
metode penelitian Deskriptif Kualitatif dengan teknik Simak Libat Cakap aktif
dan reseptif. Hasil analisis dalam penelitan ini menggunakan hasil informal
karena proses penguraian analisisnya berupa deskripsi atau rangkaian kalimat-kalimat atau kata-kata.
Hasil
analisis menyimpulkan bahwa informan yang bernama Agus Ahsan ini merupakan
masyarakat tutur multilingual yang tinggal di daerah Dusun Krajan Desa Panti
Kecamatan Panti Kabupaten Jember.Informan dapat menguasai lebih dari satu
bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa, bahasa Madura, dan bahasa Indonesia. Dalam
kesehariannya, informan pun menggunakan ketiga bahasa yang ia kuasai tersebut.
Informan melakukan pemilihan bahasa berdasarkan dengan siapa ia berbicara. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pemilihan bahasa dalam hal ini terjadi akibat faktor
lingkungan dan lawan bicara.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahsun. 2005 .
Metode Penilitiian Bahasa : Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sudaryanto. 1998. Metode Linguistik Bagian Pertama Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sudaryanto. 1998. Metode Linguistik Bagian Kedua Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.